“Lorong Tanpa Ujung: Misteri Gedung Lama di Kampus Tertua”

 

“Lorong Tanpa Ujung: Misteri Gedung Lama di Kampus Tertua”

“Lorong Tanpa Ujung: Misteri Gedung Lama di Kampus Tertua”


Pendahuluan

Di balik hiruk-pikuk dunia perkuliahan, ada sisi gelap yang tak banyak diketahui mahasiswa baru. Gedung-gedung tua yang menjadi saksi sejarah pendidikan kadang menyimpan lebih dari sekadar ilmu—mereka menyimpan rahasia. Salah satunya adalah lorong tanpa ujung di sebuah gedung fakultas lama yang kini nyaris tidak dipakai lagi.

Cerita ini beredar luas di kalangan mahasiswa kampus X (nama disamarkan), dan hingga kini, masih menjadi misteri tak terpecahkan.


Asal-Usul Gedung Tua

Gedung itu dulunya adalah bangunan era kolonial Belanda, berdiri sejak tahun 1920-an. Awalnya difungsikan sebagai sekolah pelatihan administrasi kolonial, lalu diubah menjadi bagian dari kampus negeri setelah kemerdekaan. Bangunannya megah, dengan arsitektur Eropa klasik, pilar tinggi, dan lantai marmer yang mulai retak.

Kini, sebagian besar gedung sudah tidak digunakan untuk kelas reguler, hanya untuk arsip, gudang, dan kadang ruangan ujian cadangan.


Awal Cerita: Mahasiswa Tersesat

Cerita ini bermula dari seorang mahasiswa tingkat dua bernama “Dimas”, yang sedang mencari ruangan untuk belajar kelompok. Ia dan dua temannya memutuskan mencari ruang kosong di gedung tua karena kampus sedang penuh menjelang UAS.

Saat menyusuri lorong menuju ruang belakang, mereka menyadari sesuatu yang aneh: lorong itu terasa sangat panjang. Setiap mereka berjalan maju, pintu di ujung lorong tampak tak pernah semakin dekat.

“Gue udah jalan 5 menit, tapi kok belum nyampe-nyampe ya?” kata Dimas saat itu. Temannya mengangguk, merasa hal yang sama.


Jam yang Tidak Bergerak

Ketika mereka memutuskan untuk berbalik arah, lorong di belakang sudah gelap, seperti malam hari. Padahal saat mereka masuk, waktu masih sore. Lebih menyeramkan lagi, jam tangan salah satu dari mereka berhenti di pukul 16.44, dan tidak bisa digerakkan, bahkan setelah keluar dari gedung.

Waktu itu, mereka memutuskan untuk berlari kembali ke arah semula. Saat pintu masuk akhirnya terlihat kembali, mereka menyadari bahwa total waktu yang mereka habiskan hampir dua jam, padahal perasaan mereka hanya 15–20 menit.


Saksi Lain: Petugas Kebersihan

Beberapa minggu setelah kejadian itu, Dimas menceritakan pengalamannya kepada petugas kebersihan gedung. Petugas itu hanya tersenyum kecut dan berkata,

“Bukan kalian yang pertama. Lorong itu memang suka menelan waktu. Makanya kami nggak pernah bersihin sampai ujung sana.”

Ia juga menceritakan bahwa pada era 70-an, pernah ada seorang dosen muda yang hilang saat lembur mengoreksi ujian di ruangan belakang. Dosen itu ditemukan dua hari kemudian—duduk sendiri di ujung lorong, tampak linglung, dan tidak mengenali siapa pun.


Teori Mistis: Perangkap Waktu?

Beberapa orang percaya bahwa lorong itu adalah semacam anomali ruang-waktu, atau bahkan portal ke dimensi lain. Tapi yang lebih dipercaya secara lokal adalah teori bahwa gedung itu dibangun di atas bekas lokasi penjagalan masa penjajahan, dan lorong itu menjadi tempat energi tertinggal.

“Makhluk-makhluk yang belum tenang bisa membuat manusia tersesat, terutama kalau kamu masuk tanpa izin atau pikiran kosong,” ujar seorang dosen tua yang mengoleksi cerita mistis kampus.


Penutup

Hingga hari ini, lorong tersebut masih ada, namun aksesnya mulai dibatasi. Beberapa dosen menyarankan mahasiswa agar tidak masuk sendirian, terutama menjelang maghrib. Mitos ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kampus, dan sekaligus pengingat bahwa tidak semua ruang di kampus itu netral.

“Kadang, bukan kamu yang berjalan terlalu jauh. Tapi tempat itu yang membuatmu tersesat.”

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama