Kampung Tanpa Nama – Desa yang Tak Pernah Kembali

Kampung Tanpa Nama – Desa yang Tak Pernah Kembali

Kampung Tanpa Nama – Desa yang Tak Pernah Kembali

"Kalau kamu menemukan sebuah kampung di tengah hutan dan orang-orangnya terlalu ramah, jangan langsung percaya. Bisa jadi... kamu bukan tamu pertama. Dan kamu... bukan yang akan kembali."


🌲 Awal dari Sebuah Pendakian

Nama saya Haris, seorang mahasiswa pecinta alam dari Makassar. Tahun 2017, saya dan tiga teman melakukan pendakian ke gunung Bulu Lompobattang, lewat jalur lama yang katanya lebih sepi dan ‘alami’. Tujuan kami awalnya cuma satu: mengeksplor jalur yang belum banyak orang lewati. Tapi kami tak tahu, kami sedang menuju sebuah tempat yang bahkan tidak boleh disentuh manusia.


🌫️ Hari Ketiga: Kabut dan Kampung yang Tak Masuk Akal

Di hari ketiga, kabut datang cepat. GPS rusak. Kompas kami muter gak jelas. Kami tersesat. Saat nyaris kehilangan harapan, kami menemukan sebuah kampung kecil di dalam lembah.

Kampung itu aneh. Rumahnya terbuat dari papan tua tapi bersih. Penduduknya berpakaian tradisional lusuh, senyum semua, tapi… tidak pernah bicara. Hanya memandangi kami.

Kami ditawari tempat tinggal dan makanan. Salah satu temanku, Farhan, menerima pisang rebus dari seorang ibu tua yang tidak punya gigi. Dia makan. Saya menolak.


🕯️ Malam yang Tak Pernah Saya Lupakan

Pukul enam sore, semua rumah langsung tutup rapat. Suara tangisan terdengar dari balik dinding. Lalu, suara… geraman.
Saya ngintip dari celah papan. Saya lihat wanita berjalan terbalik. Tangannya di tanah, rambutnya menutupi muka, tapi kepalanya berputar menghadap ke saya... sambil tersenyum.

Teman saya, Yadi, mendadak berkata pelan:

“Kita harus tinggal di sini. Mereka baik... Tenang sekali rasanya.”

Saya panik.


🩸 Besoknya, Farhan Menghilang

Kami bangun dan mendapati Farhan tidak ada. Di dinding kamar, ada tulisan merah seperti darah:

“SIAPA YANG SUDAH MAKAN, TIDAK AKAN KEMBALI.”

Saya tahu kami harus lari. Saya tarik Yadi yang mulai tidak waras, dan kabur ke hutan tanpa arah.


🏞️ Pelarian dan Kembali ke Dunia Nyata

Dua hari saya berjalan tanpa tujuan, hingga saya ditemukan oleh warga kampung lain dekat sungai. Saya selamat. Tapi Yadi? Hilang.

Saya lapor ke polisi, saya tunjukkan jalurnya. Tapi anehnya, tidak ada kampung di lokasi yang saya tunjukkan. Tidak ada bekasnya. Tidak ada jejaknya. Hanya hutan belantara.

Warga sekitar cuma bilang satu kalimat:

“Itu kawasan larangan, Nak. Tidak ada kampung di situ sejak puluhan tahun lalu.”


🧠 Penutup

Dua temanku tak pernah ditemukan. Saya masih hidup, tapi jiwa saya belum kembali utuh.

Setiap malam Jumat, saya mimpi berada di kampung itu lagi. Orang-orangnya menatap saya. Wanita itu mendekat. Kadang saya dengar bisikan:

“Makanlah... maka kamu akan tinggal selamanya…”

Kalau suatu hari kamu mendaki dan menemukan kampung kecil di tengah hutan, dengan orang-orang yang terlalu ramah...

TOLAK MAKANAN MEREKA. JANGAN MENGINAP. JANGAN PERNAH TINGGAL.

0 تعليقات

إرسال تعليق

Post a Comment (0)

أحدث أقدم